#DiRumahAja
Semenjak pandemic ini, kantorku turut memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) seperti layaknya kantor-kantor lain. Hingga tulisan ini diunggah, kami sudah memasuki minggu ke delapan. Pada implementasinya tidak semuanya bekerja dari rumah sih, lebih ke proporsional, untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat supporting dan bisa dikerjakan dari rumah maka lakukanlah. Untuk bagianku di Komunikasi Korporasi, awalnya kami memilih shifting, lalu sekarang aku pribadi hanya ke kantor kalau keadaan genting.
Bekerja di industri Pelabuhan tentunya kita harus siap untuk menjalankan kegiatan operasional 24/7, NGGAK BOLEH TUTUP, NGGAK BOLEH BERHENTI. Bener itu. Begitupun dengan kondisi sekarang. Enggak, kita nggak pernah tutup sekalipun. Tetap bekerja walau melayani kapal-kapal yang mungkin datangnya jam 1 pagi, jam 4 subuh, ataupun jam 10 malam.
Teman-teman di lapangan pun yang biasanya menjalani shift per delapan jam, kali ini tetap begitu, tetapi bedanya adalah mereka tidak perlu lagi adanya tim cadangan, dan tidak perlu hadir jika tidak ada bongkar muat pada giliran shift-nya. Intinya adalah memastikan bahwa tim bekerja efektif dan tetap aman.
Selama pandemic ini pun kantorku menyediakan banyak hal-hal ekstra, selain makan siang setiap hari (sebelum bulan Ramadan ini), juga memberikan ekstra vitamin, buah-buahan dan susu di pagi hari untuk mereka yang tetap harus pergi ke kantor.
Bukan hanya itu, bahkan udah dua minggu kebelakang kantorku mewajibkan rapid test bagi para pekerja yang masih aktif ke kantor. Nggak pilih-pilih jabatan, semua diminta rapid test. Mau kamu OB, mau kamu sekuriti, mau staf, manager, direksi, semuanya.
Dan apa yang terjadi jika hasil rapid testmu reaktif atau positif? Bagian SDM dan atasan langsung di kantorku dengan sigap langsung mengabari si suspect untuk langsung ditindaklanjut dengan swab test di rumah sakit kami. Semuanya gratis. Lalu apa? Ya apalagi kalau bukan karantina mandiri selama 14 hari jika kamu nggak ada gejala apa-apa.
Aku cukup beruntung mendapatkan kantor yang begitu peduli dengan keselamatan kami. Tidak berhenti disitu.
Buat mereka yang harus menjalani karantina mandiri, mereka juga diberikan bantuan jika membutuhkan bahan-bahan makanan. Yang pasti mereka nggak boleh keluar rumah.
Anyway, itu yang sedang kulakukan sekarang. Sudah hari ke delapan aku nggak keluar rumah sama sekali. Kebutuhan belanja sayur mayur buah buahanku dibantu temanku (YANG UNTUNGNYA JUGA SATU RESIDEN DI APARTEMEN). Ya, aku lebih sering memilih memasak semua makananku sendiri.
Sewaktu aku mendapat info kalau hasil rapid-ku reaktif, hari itu juga bosku cum senior kampus yang baik hati itu memastikan aku menjalani swab test dan langsung menjemput di apartemen dengan mersi klasik kesayangannya itu, aku berasa diculik sama mamang-mamang taksi Jepang, dan membawaku ke RS milik kantor. Bosku ini kurasa cukup sebal karena aku selalu cengengesan. Aku mengabari Ibuku, belio panik dan menangis. HAHAHA. Kubilang pada Ibuku, santai ma, kakak sehat aja. Tapi ya tetep aja kan ibu-ibu, jadi mulai interogasi aku pergi kemana aja, mencurigaiku kalau aku ga pakai masker, dan jarang mandi. Well, yang terakhir mungkin benar.
Aku saat menunggu giliran swab test |
Tenang saja, aku sehat wal afiat, Alhamdulillah. Hasil swab testku juga sudah negatif.
Alhamdulillah.
Oiya, rapid test itu pengambilan sampel darahmu, untuk mendeteksi keberadaan virus, kalau kata dokter sih, rekam jejak pernah “kehinggapan” atau lagi ada virus apa di tubuhmu. Belum tentu itu si kampret-19. Karena aku sehat, kemungkinan besar antibody-ku kuat dan lagi battle sama si virus. Hasilnya cepat. Kurang dari satu hari saja.
Kalau swab test yang kujalani, itu yang nasofaring, ya, hidungku dicolok sampe mentok. Sakit? Lumayan, bikin air mata netes secara otomatis. Nah kalau yang ini hasilnya agak lama, kasusku lima hari. Masih tergolong cepat, mengingat laboratorium yang terbatas dengan sampel yang harus banyak diperiksa.
Pada masa tunggu itu aku sudah pasrah dan mencuci semua anderwer serta daster-dasterku, siap-siap untuk bawa makanan apa atau kompor listrik, bersiap mondok di Wisma Atlet yang jaraknya hanya kira-kira kurang dari 2km dari tempat tinggalku itu. Hehe.
Kalau dipikir-pikir selama WFH, aku 90% betul-betul di rumah. Aku keluar kalau hanya butuh belanja bahan makanan, entah ke mall atau pasar, itu pun seminggu sekali. Juga kalau ke kantor, paling banyak seminggu dua kali. Atau hanya turun ke lobby ambil paket.
Tapi
Gimanapun, sekarang kan kita nggak tau ya virus itu ada dimana. Bisa jadi nempel di dinding lift apartemenku. Atau di gagang pintu janitor ketika kita buang sampah. Atau di buah naga yang kubeli dari Diam*ond. Atau mejaku di kantor.
Ya gitu deh, kita benar-benar makin harus ekstra hati-hati jika bepergian. Langsung mandi dan lap-lap barang dari luar. Sering cuci tangan. Jaga makanan. Olahraga. Pakai masker. Bawa hand sanitizer selalu. Jangan sering keluar rumah kalau nggak perlu. Ya ikuti imbauan-imbauan yang banyak di internet itu. Semoga kamu tetap sehat dengan upaya ini. Dan amit-amit, kalaupun kena semoga antibodimu kuat untuk melawan. DAAAN jangan lupa untuk tetap happy!
Comments
Post a Comment