Jadi Lempung
Belakangan aku sedang dilanda kebosanan parah. Aku ingin pergi dari kota ini. Sumpah. Bosan sebosan-bosannya.
Sebetulnya jadwal bepergianku sudah kurancang penuh dan masak-masak untuk tahun ini. Apalagi aku sudah bisa ambil cuti besar tiga bulanan (walaupun nggak mungkin disetujui penuh, paling enggak bisa ambil 2-3 minggu cuti, kalau suasana hati bos sedang baik), tapi melihat kondisi sekarang.. sudah 10 minggu lebih aku 90% bekerja dari rumah. Jadi agaknya impian ini pupus saja.
Melihat kasus di negara kita makin meroket, aku pupus harapan betul.. jangankan kesana, makan soto mi di depan Kebun Raya Bogor aja kayanya hampir enggak mungkin.
Sumpah, aku bosan.
Tapi siapa aku sesumbar begini, membuat tulisan bosan pengen liburan yang nggak sensitif binti nggak prihatin seperti ini, bangsat memang.
Ya emang harusnya aku mungkin nggak menulis gini ya, harusnya aku kaya orang-orang aja kali ya. Toh aku punya bukti swab negatif – nggak harus beli yang ilegal di e-commerce, harusnya aku tinggal bikin surat apa itu buat yang bisa pergi-pergi.. beli tiket, ke bandara, trus kabur deh. Iya gitu kan?
Seperti ribuan manusia lainnya yang kemarin-kemarin hitungannya mungkin berapa puluh persennya mayoritas eksodus ilegal itu.. pergi mereka, entah apa aja alasannya, tapi bisa pergi mereka. Gitu kan?
Bangsat memang.
Harusnya aku bisa gitu aja kan?
Jaman begini dan memang sudah semestinya sejak dulu kita kudu belajar sing akeh, prihatin sing akeh, nabung sing akeh, maringi sing akeh, nulungi sing akeh, sabar lan ikhlas sing akeh. Belajar dadi menungso sing tenanan menungso. Dudu menungso rupa kirik, dudu menungso rupa munyuk. Dadi menungso sing menungso.
Susah memang bertugas jadi manusia.
Kadang-kadang capek juga, pengen balik jadi lempung biasa aja.
Comments
Post a Comment