Berbagi Keterasingan
Hari ini adalah tanggal 30 Mei. Entah kenapa saya iseng mencari tahu ada peristiwa apa saja yang pernah terjadi di dunia ini pada tanggal 30 Mei. Sampai kemudian saya melihat artikel tentang Napoleon yang diasingkan ke Elba, ya, tanggalnya adalah 30 Mei 1814. Lalu saya teringat bahwa saya pernah membuat sebuah tulisan pengantar pameran yang bertema keterasingan, di dalamnya saya sedikit bercerita tentang Napoleon dan Dante Alighieri. Pada malam pembukaan pun sepertinya didukung oleh semesta, hujan badai sejak sore membuat segelintir kawan-kawan dekat yang datang merasakan tentang keterasingan di pameran itu. Berikut ini tulisan yang saya maksud.
Inner Sanctum: Catatan Kepada Petapa
Saya yakin bisa menghitung
kernyitan dahi pada setiap yang datang di pameran tunggal dari Bagus Wiratomo
ini.
Menjadi eksil bukanlah selalu
sebagai hukuman. Eksil atau (biasanya) diasingkan, dapat menjadi sebuah pilihan,
mengasingkan. Dengan sengaja pergi dari tempatmu berada menuju tempat lain
dimana kamu hanya butuh dirimu sendiri.
Dalam Perang Koalisi Ke-6
(Perancis-Rusia), Napoleon I, seorang revolusioner besar Prancis, diasingkan ke
Elba (1814) karena waktu itu merupakan titik balik dari revolusinya, tentaranya
dipukul mundur oleh Koalisi (Rusia-Austria-Inggris), kurang dari setahun
kemudian dia lolos dari pengasingan dan merebut kembali kekuasaannya, tak lama
dia kembali tertangkap dan diasingkan di Pulau St. Helen sampai dia mati.
Napoleon disebut-sebut sebagai modern
hero.
Dante Alighieri, sastrawan
Italia, kehilangan minatnya untuk menulis setelah cinta pertamanya (yang
tragis), Beatrice meninggal dunia. Karena alasan politik, ada yang menyebutkan
bahwa dia mengasingkan diri atau diasingkan dari Florence (Itali) – selama
kurang lebih dua tahun, tapi sumber lain menyebutkan dua puluh tahun – di
pengasingannya (baca: keliling Eropa) dia kembali menulis, kembali menemukan
'Beatrice'nya, kemudian Divina Commedia (Divine Comedy) lahir, yang juga
menjadi satu karya sastra klasik terbagus sepanjang masa dan diakui para
sastrawan sebagai karya dengan tema dalam pengasingan itu sendiri, pengasingan
terhadap cinta Dante pada Beatrice dan pengasingan kepada pemerintahan saat
itu.
Melalui ilustrasi diatas, dapat
disimpulkan bahwa setiap pengasingan dapat mengembalikan semangat, menyusun
strategi dan kekuatan untuk kemudian datang dengan membawa 'oleh-oleh' ke
tempat semula. Saya rasa lima belas karya Bagus dalam pameran ini merupakan
satu 'oleh-oleh' tersendiri dari pengasingannya.
**
Kalau pengasingan kemudian dibagi
menjadi dua macam, yakni internal dan
external exile, maka yang dilakukan
Bagus adalah keduanya.
Secara wilayah geografis, dia
tidak pergi kemana-mana. tetap berada di Yogyakarta, tinggal di rumah bersama
keluarganya, mengerjakan sesuatu di kamarnya atau sedang bersama
kawan-kawannya. Dia memang tidak sendiri, tapi jiwanya menyendiri kedalam inner sanctum (tempat yang ‘suci’) dalam
dirinya. Namun, ketika bergerak ke wilayah seni rupa, Bagus pergi jauh. Bukan
pada wilayah seni rupa populer sekarang atau apapun yang laku itu. Dia berada
di luar service area, di luar
jangkauan -begitu kalau kata mesin operator telepon genggam kita.
Dua hal yang memberi pengaruh
langsung terhadap prosesnya berkarya adalah musik dan sisi psikologisnya
sendiri. Dan kaitan musik dan psikologi bukanlah hal baru dalam proses sebuah
penciptaan karya. Biasanya musik menjadi media yang menenangkan, dalam hal ini
musik merupakan pemantik ‘ledakan’ yang cukup besar.
Musik berpengaruh besar terhadap
dirinya, tanpa ingin mengerucut pada musik apa
yang dia dengarkan sehari-hari, jelas sekali musik mengakomodasi
perasaannya, membawa pikirannya keluar dan serta-merta dilampiaskan di atas kertas
dan kanvas. Anxiety atau kecemasan,
kekhawatiran yang teramat sangat menjadi momok dalam dirinya. Momok yang
membuat dirinya terus terikat di tempat yang sama, membuatnya merasa tidak
berani keluar dari zona aman.
**
Ini adalah pameran perdana Bagus
yang menggunakan kanvas, walau lebih dari setengah lainnya masih di atas
kertas.
Hanya ada dua 'warna': hitam dan
putih. Setiap orang yang mempelajari warna tahu betul bahwa keduanya bukanlah
warna. Hitam merupakan ketiadaan dari warna, sedangkan putih merupakan kumpulan
dari semua warna. Pasar seni rupa jelas sulit sekali menerima karya Bagus yang
sangat minimalis ini. Jelas, membuat karya hitam-putih itu kemudian 'haram'
hukumnya, tapi siapa peduli? Bagus terlampau jatuh cinta pada kekuatan
hitam-putih. Bagus lulus dari ADVY sebagai sarjana desain komunikasi visual,
tapi karya yang dihasilkan dalam pameran ini menjadi tanda tanya untuk gelar
sarjananya.
Boleh jadi karya dalam pameran
ini masuk ke ekspresionis-abstrak. Mengingat dari bentuk, warna, dan teknik
yang digunakan untuk melahirkan karya visual ini. Disinilah keberanian Bagus
diuji untuk keluar dari zona aman dan tampil berbeda dari perupa muda lainnya.
Mungkin kita memang dibuat
bingung mereka-reka ada apa pada karya white
on white, black on white, atau white on black yang dibuatnya. Apakah
itu buncahan kembang api atau bintang yang siap dipanen kala malam tiba atau
sebuah proses eksperimen kimiawi saja? Entahlah.
Hitam dan putih merupakan bentuk
representasi Bagus akan kekhawatiran yang tertumpuk di alam bawah sadar, yang
mungkin seringkali membuatnya terbangun di tengah tidur bukan karena mimpi
buruk – lebih kepada bom waktu yang ada di dalam kepalanya.
Pengasingan Bagus adalah karena
dirinya sendiri, menjadikannya sebagai sesuatu yang reflektif. Dia menarik
dirinya ke dalam 'dirinya' yang terdalam. Ketika pengasingan menjadi sebuah
pilihan, ketika itulah peperangan diri dimulai.
Bagaimanapun, Bagus sedang
mencoba membagi 'masalah' pada tiap kepala yang melihat karyanya. Memberi
'oleh-oleh' untuk dibawa pulang. Apa yang sebenarnya dicari dalam keterasingan?
Tanpa menjadi religius dan menyepi ke goa, tidak berlebihan (dan bukan ejekan)
bila saya sebut dia sebagai petapa. Dalam keterasingan selalu ada pembelajaran,
mungkin inilah yang dicari oleh setiap petapa seperti Bagus. Dari pameran yang
bertajuk In Exile: Inner Sanctum, hal ini menjelaskan semuanya.
***
*Tulisan ini dipakai sebagai pengantar pameran Bagus Wiratomo yang bertajuk In Exile: Inner Sanctum di Lir Shop tanggal 20 November - 2 Desember 2011. Juga disertakan di dalam zine yang bertajuk sama. Foto-foto oleh Dito Yuwono diambil dari page Lir Shop.
Margie.
Comments
Post a Comment