Trilogi Kali Dua: Sebuah Tulisan Tentang Telat Lulus
Hari ini saya mau tulis soal wisuda. Tapi kok gimana gitu. Tapi yaudahlah. Karena ini hari bahagia bagi kawan-kawan saya, jadi saya tetap mau tulis soal wisuda. Disini saya tidak mau mengeluhkan berapa banyak wisuda yang telah saya lewati, ataupun menjadi pledoi bagi saya untuk nelat-nelat lagi besok. Oke, saya mau ngaku. Jika terhitung dari proposal saya diterima (akhir 2010), saya sudah melewati enam wisuda, ini yang keenam. Tapi waktu itu saya masih kuliah sampai satu semester berikutnya. Jadi kortinglah, enam bulan. Dan, tetep aja, saya sudah melewati empat kali wisuda. Itu berarti setara dengan satu tahun.
Teman-teman sebarengan proposal saya sudah pada entah kemana. Ada yang sudah bekerja, menikah, punya anak, ada yang mandeg jegreg (berhenti sama sekali), ada yang masih berjuang tapi luput terus kaya saya. Lalu saya kemana saja selama satu tahun itu? Kena Toxo udah, laptop mokat sampe harus ganti lagi juga udah, kerja juga udah. Sampai saya resign Februari lalu, mengejar ketertinggalan, mulai dari awal.
Apa tulisan ini mulai terlihat melankolis? Kalau iya, tolong hentikan, karena saya bertubuh kekar, tapi mendadak menye, malu dong ah.
Ya, lalu garapan saya sudah sampai mana? Sudah masuk bab pembahasan, satu bab uraian panjang tentang hasil penelitian saya selama dua bulanan ini. Mulanya optimis bisa ikut mengumpulkan periode ini, tapi kok ya, sepertinya waktu lagi-lagi tidak berpihak pada saya. Ada saja masalah. Data risetnya kurang lah, tiba-tiba demam terus radanglah, males nya lebih gede lah, banyaklah sebenernya kalau mau cari alesan telat.
Akhirnya sebagai pelarian adalah mencari teman-teman senasib. Melakukan doa dan dzikir bersama hal-hal yang dapat saling melegakan, saling menyemangati satu sama lain, menangisi-ditangisi, juga saling-saling saling yang lain. Tapi terlepas dari situ, kami kembali di jalan kami sendiri-sendiri.
Semenjak itu bayang-bayang lulus ada dimana-mana, di dunia nyata, dunia maya, bahkan masuk ke dalam dunia bawah sadar saya. Oh, betapa beratnya jadi makhluk yang harus hidup di tiga dunia. Dan sebetulnya apa yang ada di kepala saya soal hari ini, tidak lain refleksi atas apa yang sudah saya lakukan selama ini. Apa yang sudah saya lakukan pada diri saya? Apa yang sudah saya lakukan pada orang lain?
Mengharukan melihat salah satu temanmu yang akhirnya wisuda setelah 9 tahun lamanya menjabat sebagai mahasiswa, senang juga rasanya menjadi saksi dari banyaknya kebahagiaan hari ini. Mengharukan bagi kalian yang melihat saya memakai sackdress dan hi-heels selama beberapa jam. Ya, teman-teman, sekali lagi, selamat datang ke dunia baru bagi kalian. Kita sama-sama tidak tahu dunia seperti apa di luar sana yang menanti kita.
Bagaimanapun tetap harus terus disyukuri. Jangan berputus asa atau cepat berpuas hati. Kata orang, semua pasti ada waktunya, semua pasti bisa kalau berusaha. Jadi kalau kita udah berusaha tapi waktunya belum ada ya tetep patut disyukuri. Begitu juga kebalikannya, kalau waktunya udah ada tapi kita kurang usaha, ya salahnya sendiri. (asuik, sui-sui dikiro anake Mario Teguh tenanan nek ngene ki!)
Untuk mbak Adis, selamat ya, sesuai mimpi saya, kamu pasti kerja di bank! *prek*
Untuk Ochaoch, jangan nangis-nangis lagi ya.
Untuk Cucum & Kurdi, #YNWA stay with #WMA!
Untuk Dina, teman seperguruan, se-ibu-PKK, semaju-perang bersama di hampir dua tahun ini. Ayo, Din!
Untuk #WMA, sampai ketemu besok ya mas. *eaaa
Untuk teman-teman yang masih skripsi dan mau skripsi, semangat terus. Kalo kata Mama-Papa, jangan ditunda lama-lama!
Untuk teman-teman yang terus menyemangati kami! Terima kasih!
Untuk teman-teman yang terus menyemangati kami! Terima kasih!
Untuk Orang Tua saya, maaf (lagi) ya.
Margie.
Nangisnya 80% bukan karena skripsi kali (-____-)
ReplyDeletejadi mau gw beberin nih lo nangis karena apa? :P
ReplyDelete